WARNING UNTUK ORANG ASLI PAPUA.!

WARNING UNTUK ORANG ASLI PAPUA !!!

Terima kasih banyak untuk orang yang punya artikel pembacaan situasi,
silakan membaca sampai habis.

Artikel ini sudah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi di Papua. (Pesan khusus untuk orang Papua). Penilaian Ibu Guru Honorer di Kab Puncak Distrik Sinak Ibu tentang kehidupan OAP yang selama ini ia menilai berikut isinya: 
  
sejauh saya memandang dibalik semua hal politis yg melingkupi sejarah panjang antara Indonesia dan Papua, ada hal dasar yg harus diselesaikan oleh orang-orang Papua. 

Apa itu? Mentalitas masyarakatnya. 

Pernah saya baca tentang Mitos Pribumi Malas karya S.H. Alatas dituliskan di sana rata-rata bangsa di bawah kekuasaan kolonial adalah masyarakat yg malas. Malas di sini penjabarannya banyak sekali. Mereka butuh treatment khusus hingga mau berjuang dan bekerja keras. Maaf kaka jika saya sedikit bicara kasar terkait hal ini. Namun ini menjadikan bahan perenungan bersama, hal apa yg sebaiknya perlu diperbaiki dari mentalitas itu sendiri. 

Saya juga pernah baca tentang hasil pengamatan lapangan bahwa bangsa Papua jika tidak sanggup mempertahankan budaya, mempertahankan tanahnya sendiri, lalu hanya mengikuti kesenangan sesaat, tidak mau berusaha, berdiri di atas kaki sendiri maka waktu yang akan menjawab semuanya apakah bangsa ini akan tetap bertahan atau tinggal nama.

Sekiranya ini yang pernah saya baca dalam tulisan seseorang yg katanya pernah mengunjungi Papua namanya Willy Sard dari Jayapura:
...
kalian banyak doktor dan master. Sarjana berlimpah. Ada tamatan luar negeri, ada tamatan dalam negeri dan ada yg tamat di luar n tengah realitas yang membunuh kalian di Papua. Gelar kalian hanya di atas kertas, tak bisa buat apa2 untuk tanah airmu. Anda hanya urus perutmu, anda hanya urus jabatanmu, anda terhanyut dalam rutinitasmu dan tepuk dada, bangga dgn gelarmu. Anda tidak menulis, anda tidak buat kajian, anda tidak berjuang, anda jijik berada di jalanan untuk melawan, anda tidak menjadi diplomat, anda tidak urus tanah adatmu, anda tidak mendidik kaummu
Itu artinya, anda memang ingin membiarkan bangsmu mati atau gelarmu hanya di atas kertas dan tidak belajar sungguh2 untk mengerti realitasmu.

Apakah?  anda sengaja ataupun tidak paham, yang jelas, saya mau memberitahu bahwa, ketika orang sekolah (doktor, master, dan sarjana) diam membisu maka itu tandanya bangsa itu sedang mati pelan-pelan. Matinya aktivitas intelektual adalah matinya sebuah bangsa.

orang Papua lupa budaya. Budaya bukan sekedar pakaian adat, tapi keseluruhan tatanan kehidupan: religi, sistem politik, mata pencaharian, kesenian, peralatan, bahasa, sistem dan pengetahuan.
Kalian genggam erat2 segala yang baru datang. Lalu, kalian lupa diri dan terlena dan mereka ambil apa yang kalian tinggalkan.

Jangankan budaya, anda tinggalkan mamamu sendiri, anda pergi kawin dengan yang putih. Yang putih dan semua yang datang dari luar lebih baik. Itu cara anda membunuh mamamu, budayamu dan masa depan bangsamu secara pelan tapi pasti.


Kalian pemalas dan hidup dari belas kasihan dan judi. Kalian, orang Papua itu saya amati pemalas, duduk saja, cerita-cerita saja, habiskan waktu. Jalan minta sana minta sini sama saudara lain, harap sana harap sini. Setelah dapat uang habiskan saat itu juga, sisanya main judi, togel. Uang habis jalan minta lg ke saudara padahal sudah sarjana, padahal sehat dan badan kuat, padahal hutanmu luas, tanahmu subur.

Satu pemuda bisa habiskan uang 3 atau 4 juta dalam satu bulan. Uang itu dapat dari mana, sedangkan ia tidak punya pekerjaan, tidak punya kebun, tidak punya ternak? Jawabannya adalah ia dapat dari belas kasihan orang lain dan judi.


Saya ketemu dua pemuda di Kantor Gubernur. Tas mereka berisi. Saya ajak cerita, apa yang mereka isi dan apa kerja mereka. Yang mereka isi adalah proposal dan buku togel. Mereka begitu polos, saya amati mereka keliling jual2 proposal dari satu ruangan ke ruangan lain di kantor gubernur. Mereka tidak bekerja, satu orang sarjana dan satunya lagi pemuda.


Satu kesempatan, saya dengan beberapa teman kami kerja borongan di tanah Hitam. Kami pendatang dua orang dan mereka anak Papua tiga orang. Kami dibayar masing2 orang Rp. 4.700.000. Satu minggu kemudian, saya tanya, masih adakah yang itu? Uang mereka sudah habis. Satu orang beralasan, uang itu bayar spp adiknya. Satu lagi, bagi-bagi dengan keluarga. Satu lagi yang parah, ia mengesal karena uang itu habis minum dan main togel.

Tidak banyak orang Papua yang saya jumpai hargai proses dan tekun serta hemat. Sebagian hanya mau cepat jadi dan kejar yang besar, tidak ada usaha2 kecil, kecuali mama2 yang jualan. Anak muda takut jualan, jaga gengsi, jalan rapi2 tapi dompet kosong.


Perempuan muda Papua hancur. Sore-sore, apalagi malam minggu kota Jayapura penuh gadis2 belia Papua bercelana mini. Mulut penuh pinang dan rokok di tangan.

Mereka berkelompok hingga larut malam. Mereka buat apa? Mereka menunggu bookingan dari siapa saja yg mau ajak jalan, sekedar minuman keras atau seks dengan bayar murah. Yang penting dapat uang, entah 100 rb. Ada yang anak sekolh dan ada yg sdh tdk sekolah. Saya ajak ngobrol, mereka cerita d rumah tdk ada makanan dan cari uang sekolah.

Jika perempuan hancur, bagaimana mereka akan menikah, mengandung, melahirkan anak yg sehat dan mendidiknya menjadi besar untuk gantikan pemimpin kalian yg sudah banyak mati. Bagaimana mereka akan urus suami jika sdh hancur begini. Perempuan kuat, bangsa kuat.

Orang tua malas tahu dgn pendidikan anak. Tidak ada budaya belajar di rumah. Beberapa rumah di teman2 Papua tdk ada meja belajar untuk anak mereka. Satu kamar, anaknya dengan dua tiga orang tamu dr saudara lain. Sore hari anak2 tdk ada kebiasaan belajar di beberapa rumah yang saya kunjungi. Makan mlm larut malam sekali, ada yang jam 9, anak yg paling kecil sdh tdr. Ayah dan ibu, punya urusan masing2, tdk dampingi anak belajar.

Pada pagi hari, saya perhatikan di jalanan, tidak banyak orang Papua yg antar anak ke sekolah. Padahal di rumah ada mobil dan motor. Ada satu pejabat punya mobil dua dan motor ada satu di rumah tp pgi hari dia bagi uang sama anaknya. Dia tdk antar, anak jalan sendiri, naik ojek. Ini bukan soal kasih uang tp ini soal bagaimana bentuk kasih sayang orang tua. Pendatang juga punya uang tp mereka antar anak mereka, lihat di lampu merah pagi hari. Bicara tuan tanah tp tidak urus pendidikan anak baik2, bagaimana mau jd tuan rumah
Kakak saya kenal banyak orang Papua yang menyebut diri pengusaha tapi setelah saya tanya pengusaha itu artinya punya CV dan PT. Mereka jalan cari proyek di dinas2, setelah dapat, kerja selesai dan uang habis. Tdk ada yang buat unit usaha yang profit atau datangkan uang. Ini beda dgn pendatang.


Jual tanah. Orang Papua jual tanah kepada kami. Kalian tdk kontrakkan. Padahal kalian punya anak banyak. Anak2 kamu akan ke manaka kalau sdh kami kuasai semua.

Sekolah pinggiran dan kampus dan jurusan yang bisa cepat jadi sarjana. Tidak banyak anak2 Papua yg masuk di sekolah bermutu. Anak2 Papua banyak saya jumpai di sekolah2 pinggiran, sekolah yg dpat nilai gampangan dan masuk diperguruan tinggi yg biasa2 pada jurusan2 sosial semua. Jadi, orientasi mencari nilai dan ijazah, tidak cari kemampuan otak dan keterampikan untuk hidup kalian.

Kampus2 sepi dengan mimbar akademik. Tdk banyak kampus di Papua yg lakukan seminar2 atau aktivitas lain. Para dosen juga tdk banyak yg menulis karya ilmiah yang terkait dgn bidang ilmu atas kondisi rill di Papua.

Petinggi Papua di Jayapura kebanyakan hanya bicara2 saja di media, tidak banyak aksi nyata. Tidak ada kepercayaan diri juga padahal papua itu kaya dan punya posisi tawar dgn Jakarta.

Karya. MG. | editor|skypapua




subcsribe

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel